Selamat Datang


widgets

Kamis, 07 Agustus 2014

Penelitian "Content Analysis"



Pendahuluan
Penelitian content analysis (analisis isi) yang selama ini masih banyak diaplikasikan di Indonesia adalah model-model penelitian analisis isi kuantitatif konvensional. Artinya bahwa penerapan metode analisis isi yang selama ini banyak diterapkan adalah sebatas pada masalah kecendrungan isi media terhadap isu-isu atau topik permasalahan tertentu, yang kemudian mengkualifikasikan isi pemberitaan media dengan menghitung jumlah frekuensi tema-tema atau topik-topik tertentu. Analisis isi kuantitatif konvensional ini hanya mampu mengetahui atau mengidentifikasi manifest messages (pesan-pesan yang tampak) dari isi media yang diteliti.
    
Pembahasan
A.     Sejarah  Penelitian Content Analysis
            Metode content analysis atau analisis isi konvensional di kalangan ilmuwan sosial, khususnya peneliti media amat populer keberadaannya. Karena merupakan suatu metode yang amat efisien untuk menginvestagasi isi media baik yang tercetak maupun media dalam bentuk broadcast. Analisis isi modern mulai digunakan pada waktu perang dunia II, ketika para ahli di bagian intelijen Sekutu memonitor jumlah dan jenis nyanyian-nyanyian populer yang dimainkan stasion-stasion radio Eropa. Melalui perbandingan musik yang diperdengarkan di stasion radio Jerman dengan stasion radio lain yang didudukinya di Eropa, Sekutu dapat mengukur derajat tertentu perubahan konsentrasi pasukan Jerman di daratan Eropa.  
Seusai perang, para peneliti menggunakan content analysis atau analisis isi untuk mempelajari propaganda di surat kabar dan radio. Kemudian tahun 1952 Bernard Berelson mempublikasikan buku Content Analysis in Communication Research. Mulai saat itulah metode tersebut akrab digunakan para sarjana untuk meneliti  berbagai isi media massa secara ilmiah. Sejak tahun 1960-an hingga tahun 1980-an, analisis isi merupakan metode yang paling banyak disukai kalangan pelajar komunikasi. Menurut catatan Moffert dan Dominick (1987), dari tahun 1977 hingga 1985, 21 % dari studi kuantitatif yang dipublikasikan dalam Jurnal Broadcasting and electronic Media adalah hasil studi analisis isi. Sedangkan menurut studi yang dilakukan oleh Cooper, Potter dan Dumpagne (1994), menemukan bahwa 25 % dari seluruh studi kuantitatif di bidang komunikasi massa selama periode 1968 hingga 1989 adalah analisis isi. Rife dan Freitag (1997) juga mencatat bahwa 25 % dari 1.977 keseluruhan artikel yang dipublikasikan di Jurnalism and Communication Quarterly, selama tahun 1971 hingga 1995 adalah content analysis. Ini menunjukkan popularitas analisi isi tidaklah menurun. Bahkan hingga tahun 2000, di Amerika Serikat metode ini masih digunakan untuk meneliti kekerasan di televisi, maupun isi media cetak, dengan biaya dari berbagai sponsor seperti National Cable Television Association dan lain-lain. Tujuan studinya ada yang untuk komersial, kepentingan sosial, maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
B.      Pengertian dan Prinsip Dasar Content Analysis
            Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistemik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. (Budd, 1967:2). Sedangkan menurut Berelson (1952), yang kemudian diikuti oleh Kerlinger (1986), analisis isi didefinisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistemik, obyektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Wimmer & Dominick 2000:135). Sedangkan menurut Burhan Bungin, analisi isi adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisi isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. 
1.      Prinsip sistemik oleh Berelson diartikan bahwa ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis. Peneliti tidak dibenarkan melakukan analisis hanya pada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diteliti (yang telah ditetapkan dalam pemilihan populasi dan sampel). Dengan demikian analisi isi berbeda dengan pengamatan biasa terhadap isi.
2.      Prinsip obyektif, berarti hasilnya tergantung prosedur penelitian bukan pada orangnya. Yaitu dengan ketajaman kategorisasi yang ditetapkan, sehingga orang lain dapat menggunakannya. Dan apabila digunakan untuk isi yang sama, dengan prosedur yang sama maka hasilnya harus sama pula, walaupun penelitinya berbeda.
3.      Kuantitatif, diartikan dengan mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan. Namun ini juga diartikan sebagai prinsip digunakannya hypothetic deductive method, dimana penelitian harus diawali dengan research question, conceptual atau theoretical framework, hipotesis, yang kemudian dibuktikan di lapangan.
4.      Isi yang nyata, diberi pengertian, yang diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh peneliti (Stempel 1983:9). Perkara hasil akhir dari analisisnya nanti menunjukkan adanya suatu isi yang tersembunyi, hal itu sah-sah saja. Namun semuanya bermula dari analisis terhadap isi yang tampak.
C.      Penggunaan Content Analysis
            Ada banyak manfaat dalam penggunaan metode analisis isi. Para peneliti telah menggunakan metode ini bukan hanya untuk mempelajari karakteristik isi komunikasi, tapi juga untuk menarik kesimpulan mengenai sifat komunikator, keadaan khalayak, maupun efek komunikasi. Penelitian analisis isi pernah digunakan untuk menganalisis gaya dan teknik propaganda, membandingkan kecendrungan politik media satu dengan media yang lain, dan sebagainya.
            Penggunaan analisis isi dapat dilakukan sebagaimana Paul W. Missing melakukan studi-studi tentang “The Voice of America”. Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga dicatat konteks mana istilah itu muncul. Kemudian dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian satuan makna dan kategori dianalisis dan dicari hubungan satu dengan yang lainnya untuk menemukan makna, arti dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini kemudian di deskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian.
 
D.     Kelebihan dan Keterbatasan Content Analysis
            Kelebihan utama metode penelitian ini adalah tidak digunakannya manusia sebagai subyek penelitian. Menyebabkan penelitian relative lebih mudah, tidak ada reaksi dari populasi ataupun sampel yang diteliti karena tidak ada orang yang diwawancarai, diminta mengisi kuesioner, ataupun diminta dating di laboratorium. Analisis isi juga relative murah, tidak terbentur masalah perizinan penelitian. Bahan-bahan penelitian mudah didapat karena diperpustakaan-perpustakaan, atau di bagian dokumentasi audio visual. Biaya untuk coder relative murah dibandingkan biaya operasional pengumpul data untuk survey.
            Kelebihan lainnya ialah ketika peneliti tidak dapat melakukan penelitian survey atau pengamatan terhadap populasi, analisis isi dapat digunakan. Misalnya, Chai (1977) meneliti konflik politik di RRC setelah kematian Mao Tze Tung pada tahun 1976. Para peneliti Amerika tidak mungkin melakukan survey atau pengamatan langsung ke RRC yang waktu itu tertutup dan bermusuhan. Tetapi sebanyak 40 berita kematian yang dikirim dari berbagai kelompok partai, kelompok militer dan pemerintah propinsi, kota, pada komite sentral partai komunis dapat dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis. Hasilnya, berupa kesimpulan sementara mengenai tingkat dukungan pada kelompok yang berbeda-beda dari berbagai daerah di China untuk calon penguasa baru RRC (Chadwick, Bahr & Albert, 1991:275).
            Kekurangan analisis terpenting adalah ia hanya meneliti pesan yang tampak, sesuatu yang disembunyikan dalam pesan bisa luput dari analisi isi. Karena itu analisis isi kualitatif seperti semiotic, discourse, analisis framing, ataupun textual analisis dapat menutupi kekurangan ini. Kekurang terpenting lain adalah kesulitan menentukan media atau tempat memperoleh pesan-pesan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Meneliti berita kerusuhan misalnya, akan kesulitan jika kita menentukan pengambilan sampel medianya secara random, baik sistematis maupun simple random. Karena tidak semua media terpilih secara random itu ada berita kerusuhannya.
            Kelemahan lain adalah bahwa pesan komunikasi tidak selamanya mereflikasikan fakta, terkadang memang ada usaha untuk membelokkan dunia simbolis yang ada di media (pesan) dari realitas yang sesungguhnya. Karena itu untuk penelitian analisis isi yang bertujuan untuk memahami realitas sosial, penelitian ini perlu dikonfirmasi dengan penelitian yang lain.
E.      Tahapan penelitian Content Analysis
1.      Menentukan masalah: permasalahan merupakan titik tolak dari keseluruhan penelitian. Usaha memperoleh jawaban atas permasalahan tersebut dengan sendirinya merupakan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Dalam menentukan permasalahan, hendaknya peneliti mengungkap terlebih dahulu konteks atau latar belakang mengapa permasalahan itu muncul. Kemudian mengidentifikasi permasalahan tadi, yang kemudian dirumuskan dalam research question yang bersifat konseptual. Levelnya konseptual berarti rumusan pertanyaannya masih berupa konsep-konsep. Misalnya, “Surat kabar manakah yang paling obyektif dalam memberitakan konflik polotik di Indonesia”? Di sini ada satu konsep utama yang akan diteliti, yaitu konsep berita yang obyektif, yang nantinya harus dicari operasionalisasi atau ukuran-ukurannya dalam bentuk kategorisasi terlebih dahulu sebelum diteliti.
2.      Menyusun kerangka pemikiran. Sebelum mengumpulkan data, peneliti diharapkan telah mampu merumuskan gejala atau permasalahan yang akan diteliti. Dengan kata lain peneliti telah mengemukakan conceptual definitions terlebih dalulu terhadap gejala yang akan diteliti. Dalam contoh di atas, peneliti telah mampu mendifinisikan berita yang obyek itu apa. Tingkatan konseptualisasi permasalahan ini tentu tergantung pada sifat penelitian. Penelitian deskriptif cukup hanya mengemukakan conceptual definition dengan dilengkapi dimensi-dimensi atau sub dimensi yang akan diteliti. Misalnya mau meneliti konsep berita yang obyektif tadi, tinggal bagaimana definisinya, serta dikemukakan pula dimensi-dimensi atau sub dimensi dari berita yang obyektif itu. Namun untuk penelitiaan eksplanatif tidak hanya mengemukakan conceptual definitions, melainkan juga harus berteori, yaitu menghubungkan antara satu definisi konseptual dengan definisi konseptual yang lain. Inilah yang disebut dengan hipotesis, jawaban sementara terhadap permasalahan.
3.      Menyusun perangkat metodologi. Setelah penyusunan kerangka pemikiran (atau kerangka konsep bila penelitiannya deskriptif, dan kerangka teori, bila penelitiannya bersifat eksplanatif) namun biasanya analisis isi lebih banyak yang deskriptif. Dalam tahapan ini si peneliti diharapkan mampu menyusun perangkat metodologi yang akan dipergunakan. Perangkat metodologi pada dasarnya merupakan rangkaian metode-metode yang sekurang-kurangnya mancakup:
a.      Menentukan metode pengukuran atau prosedur operasionalisasi konsep. Dalam hal ini konsep dijabarkan dalam ukuran-ukuran tertentu, biasanya dalam bentuk kategori-kategori beserta indikator-indikatornya.
b.      Menentukan universe atau populasi yang akan diteliti serta bagaimana pengambilan sampelnya. Sebagai contoh jika peneliti ingin meneliti obyektifitas berita konflik politik di surat kabar Indonesia, maka harus didefinisikan terlebih dahulu apa itu berita konflik politik di surat kabar Indonesia, yang nantinya akan menjadi universe atau populasi. Baru setelah universe diketahui bagian dari universe yang dianggap mewakili untuk diteliti dan dianalisis adalah sampel. Cara penentuan sampel sama dengan pada metode penelitian survey, bedanya kalau survey unit sampelnya individu, namun dalam analisis isi adalah teks, pesan satuan pesan yang ada pada media, atau medianya sendiri. Penentuan sampel dan unit analisis ini tergantung dari tujuan penelitian.
c.       Menentukan metode pengumpulan data, karena dalam penelitian ini metodenya analisis isi, maka peneliti hendaknya membuat coding sheet sesuai kategorisasi yang sudah dibuat dan nantinya peneliti harus melatih kode untuk mengisi coding sheet ini. Agar nantinya memperoleh data yang akurat, maka alat ukur yang berupa kategorisasi harus diuji reliabelitasnya. Uji keterhandalan amat penting dalam penelitian analisis isi, tujuannya agar kategorisasi itu betul-betul mutual exclusive, dan tuntas.
d.      Selanjutnya peneliti menentukan metode analisis, di sini peneliti hendaknya memilih apakah menggunakan tabel frekuensi, tabel silang ataukah sampai dengan menggunakan rumus statistik tertentu, pada dasarnya dalam tahap ini setelah metode analisis bisa ditentukan, si peneliti menurunkan research hypothesis menjadi statistical hypothesis, bila studi yang dilakukan merupakan studi analisis isi yang eksplanatif kuantitatif.
4.      Analisis data. Merupakan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui perangkat metodologi tertentu. Untuk penelitian eksplanatif, yang bertolak pada suatu hipotesis, maka bagian ini merupakan tahap dimana si peneliti melakukan pengujian statistical hypothesis dan research hypothesis tanpa memberikan interpretasi berdasarkan hal-hal atau teori-teori lain di luar data yang diperoleh. 

1.      Interpretasi data. Merupakan interpretasi terhadap hasil analisis data. Pada bagian ini si peneliti mendiskusikan hasil analisi data, melalui interpretasi terhadap hasil analisis data, dengan mempergunakan kerangka pemikiran atau kerangka teori yang semula telah ditetapkan. Untuk suatu penelitian eksplanatif, pada bagian ini diskusi serta interpretasi yang dilakukan sebenarnya bertujuan membuat penyimpulan yang mendukung theoretic hypothesis. Dalam tahap ini pula si peneliti perlu menggugurkan interpretasi tandingan atau alternative lainnya terhadap analisis data. Selain itu perlu pula mengajukan rekomendasi dari segi akademis, praktis, atau teknis bagi penyempurnaan studi-studi mendatang. Pada dasarnya interpretasi data merupakan usaha peneliti menyimpulkan hasil temuan dan analisis data yang diperoleh secara empiris (operasional di lapangan) dikembalikan ke level konseptual. Disini ada proses abstraksi atau konseptualisasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil analisis data, karena itu terkadang mengundang perdebatan atau interpretasi tandingan dari pihak lain.

Kesimpulan
Analisis isi suatu metode atau teknik penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis secara sitemik dan obyektif terhadap pesan yang tampak dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.

Daftar pustaka
Budd Richard, Atal, 1967. Content Analysis of Communication. New York: The Mac Millan Company.
Bungin, Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Subakto, Henry. 1995. Metode Content Analysis, dalam Basis Susilo dan YanYan Cahyana, eds., Metode Penelitian Sosial Airlangga Surabaya: University Press.
Wimer, Roger, D & Dominic, Josep, R. 2000. Mass Media Research. Six Edition, New York: Wadsworth Publishing Company.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar