Pendahuluan
Penelitian
content analysis (analisis isi) yang selama ini masih banyak diaplikasikan di
Indonesia adalah model-model penelitian analisis isi kuantitatif konvensional.
Artinya bahwa penerapan metode analisis isi yang selama ini banyak diterapkan
adalah sebatas pada masalah kecendrungan isi media terhadap isu-isu atau topik
permasalahan tertentu, yang kemudian mengkualifikasikan isi pemberitaan media
dengan menghitung jumlah frekuensi tema-tema atau topik-topik tertentu.
Analisis isi kuantitatif konvensional ini hanya mampu mengetahui atau
mengidentifikasi manifest messages (pesan-pesan yang tampak) dari isi
media yang diteliti.
Pembahasan
A. Sejarah Penelitian Content Analysis
Metode content analysis atau analisis isi konvensional di
kalangan ilmuwan sosial, khususnya peneliti media amat populer keberadaannya.
Karena merupakan suatu metode yang amat efisien untuk menginvestagasi isi media
baik yang tercetak maupun media dalam bentuk broadcast. Analisis isi modern
mulai digunakan pada waktu perang dunia II, ketika para ahli di bagian
intelijen Sekutu memonitor jumlah dan jenis nyanyian-nyanyian populer yang
dimainkan stasion-stasion radio Eropa. Melalui perbandingan musik yang diperdengarkan
di stasion radio Jerman dengan stasion radio lain yang didudukinya di Eropa,
Sekutu dapat mengukur derajat tertentu perubahan konsentrasi pasukan Jerman di
daratan Eropa.
Seusai perang,
para peneliti menggunakan content analysis atau analisis isi untuk mempelajari
propaganda di surat kabar dan radio. Kemudian tahun 1952 Bernard Berelson
mempublikasikan buku Content Analysis in Communication Research. Mulai saat
itulah metode tersebut akrab digunakan para sarjana untuk meneliti berbagai isi media massa secara ilmiah. Sejak
tahun 1960-an hingga tahun 1980-an, analisis isi merupakan metode yang paling
banyak disukai kalangan pelajar komunikasi. Menurut catatan Moffert dan
Dominick (1987), dari tahun 1977 hingga 1985, 21 % dari studi kuantitatif yang
dipublikasikan dalam Jurnal Broadcasting and electronic Media adalah hasil
studi analisis isi. Sedangkan menurut studi yang dilakukan oleh Cooper, Potter
dan Dumpagne (1994), menemukan bahwa 25 % dari seluruh studi kuantitatif di
bidang komunikasi massa selama periode 1968 hingga 1989 adalah analisis isi.
Rife dan Freitag (1997) juga mencatat bahwa 25 % dari 1.977 keseluruhan artikel
yang dipublikasikan di Jurnalism and Communication Quarterly, selama tahun 1971
hingga 1995 adalah content analysis. Ini menunjukkan popularitas analisi isi
tidaklah menurun. Bahkan hingga tahun 2000, di Amerika Serikat metode ini masih
digunakan untuk meneliti kekerasan di televisi, maupun isi media cetak, dengan
biaya dari berbagai sponsor seperti National Cable Television Association dan
lain-lain. Tujuan studinya ada yang untuk komersial, kepentingan sosial, maupun
pengembangan ilmu pengetahuan.
B. Pengertian dan Prinsip
Dasar Content Analysis
Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik
sistemik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk
mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari
komunikator yang dipilih. (Budd, 1967:2). Sedangkan menurut Berelson (1952),
yang kemudian diikuti oleh Kerlinger (1986), analisis isi didefinisikan sebagai
suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistemik, obyektif,
dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Wimmer & Dominick 2000:135).
Sedangkan menurut Burhan Bungin, analisi isi adalah teknik penelitian untuk
membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel), dan sahih data
dengan memperhatikan konteksnya. Analisi isi berhubungan dengan komunikasi atau
isi komunikasi.
1. Prinsip sistemik oleh
Berelson diartikan bahwa ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang
dianalisis. Peneliti tidak dibenarkan melakukan analisis hanya pada isi yang
sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi yang
telah ditetapkan untuk diteliti (yang telah ditetapkan dalam pemilihan populasi
dan sampel). Dengan demikian analisi isi berbeda dengan pengamatan biasa
terhadap isi.
2. Prinsip obyektif, berarti
hasilnya tergantung prosedur penelitian bukan pada orangnya. Yaitu dengan
ketajaman kategorisasi yang ditetapkan, sehingga orang lain dapat
menggunakannya. Dan apabila digunakan untuk isi yang sama, dengan prosedur yang
sama maka hasilnya harus sama pula, walaupun penelitinya berbeda.
3. Kuantitatif, diartikan
dengan mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai
jenis isi yang didefinisikan. Namun ini juga diartikan sebagai prinsip
digunakannya hypothetic deductive method, dimana penelitian harus diawali
dengan research question, conceptual atau theoretical framework, hipotesis,
yang kemudian dibuktikan di lapangan.
4. Isi yang nyata, diberi
pengertian, yang diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang
tampak, bukan makna yang dirasakan oleh peneliti (Stempel 1983:9). Perkara
hasil akhir dari analisisnya nanti menunjukkan adanya suatu isi yang
tersembunyi, hal itu sah-sah saja. Namun semuanya bermula dari analisis
terhadap isi yang tampak.
C. Penggunaan Content Analysis
Ada banyak manfaat dalam penggunaan metode analisis isi. Para
peneliti telah menggunakan metode ini bukan hanya untuk mempelajari
karakteristik isi komunikasi, tapi juga untuk menarik kesimpulan mengenai sifat
komunikator, keadaan khalayak, maupun efek komunikasi. Penelitian analisis isi
pernah digunakan untuk menganalisis gaya dan teknik propaganda, membandingkan
kecendrungan politik media satu dengan media yang lain, dan sebagainya.
Penggunaan analisis isi dapat dilakukan sebagaimana Paul
W. Missing melakukan studi-studi tentang “The Voice of America”. Analisis isi
didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau penggunaan kata
dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi.
Dalam hal pemberian coding, perlu juga dicatat konteks mana istilah itu muncul.
Kemudian dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan.
Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan
dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori
dari setiap klasifikasi. Kemudian satuan makna dan kategori dianalisis dan
dicari hubungan satu dengan yang lainnya untuk menemukan makna, arti dan tujuan
isi komunikasi itu. Hasil analisis ini kemudian di deskripsikan dalam bentuk
draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian.
D. Kelebihan dan Keterbatasan
Content Analysis
Kelebihan utama metode penelitian ini adalah tidak
digunakannya manusia sebagai subyek penelitian. Menyebabkan penelitian relative
lebih mudah, tidak ada reaksi dari populasi ataupun sampel yang diteliti karena
tidak ada orang yang diwawancarai, diminta mengisi kuesioner, ataupun diminta
dating di laboratorium. Analisis isi juga relative murah, tidak terbentur
masalah perizinan penelitian. Bahan-bahan penelitian mudah didapat karena diperpustakaan-perpustakaan,
atau di bagian dokumentasi audio visual. Biaya untuk coder relative murah
dibandingkan biaya operasional pengumpul data untuk survey.
Kelebihan lainnya ialah ketika peneliti tidak dapat
melakukan penelitian survey atau pengamatan terhadap populasi, analisis isi
dapat digunakan. Misalnya, Chai (1977) meneliti konflik politik di RRC setelah
kematian Mao Tze Tung pada tahun 1976. Para peneliti Amerika tidak mungkin
melakukan survey atau pengamatan langsung ke RRC yang waktu itu tertutup dan
bermusuhan. Tetapi sebanyak 40 berita kematian yang dikirim dari berbagai
kelompok partai, kelompok militer dan pemerintah propinsi, kota, pada komite
sentral partai komunis dapat dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis.
Hasilnya, berupa kesimpulan sementara mengenai tingkat dukungan pada kelompok
yang berbeda-beda dari berbagai daerah di China untuk calon penguasa baru RRC
(Chadwick, Bahr & Albert, 1991:275).
Kekurangan analisis terpenting adalah ia hanya meneliti
pesan yang tampak, sesuatu yang disembunyikan dalam pesan bisa luput dari
analisi isi. Karena itu analisis isi kualitatif seperti semiotic, discourse,
analisis framing, ataupun textual analisis dapat menutupi kekurangan ini.
Kekurang terpenting lain adalah kesulitan menentukan media atau tempat
memperoleh pesan-pesan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Meneliti
berita kerusuhan misalnya, akan kesulitan jika kita menentukan pengambilan
sampel medianya secara random, baik sistematis maupun simple random. Karena
tidak semua media terpilih secara random itu ada berita kerusuhannya.
Kelemahan lain adalah bahwa pesan komunikasi tidak
selamanya mereflikasikan fakta, terkadang memang ada usaha untuk membelokkan
dunia simbolis yang ada di media (pesan) dari realitas yang sesungguhnya.
Karena itu untuk penelitian analisis isi yang bertujuan untuk memahami realitas
sosial, penelitian ini perlu dikonfirmasi dengan penelitian yang lain.
E. Tahapan penelitian Content
Analysis
1. Menentukan masalah:
permasalahan merupakan titik tolak dari keseluruhan penelitian. Usaha
memperoleh jawaban atas permasalahan tersebut dengan sendirinya merupakan
tujuan dari penelitian yang dilakukan. Dalam menentukan permasalahan, hendaknya
peneliti mengungkap terlebih dahulu konteks atau latar belakang mengapa
permasalahan itu muncul. Kemudian mengidentifikasi permasalahan tadi, yang
kemudian dirumuskan dalam research question yang bersifat konseptual. Levelnya konseptual
berarti rumusan pertanyaannya masih berupa konsep-konsep. Misalnya, “Surat
kabar manakah yang paling obyektif dalam memberitakan konflik polotik di
Indonesia”? Di sini ada satu konsep utama yang akan diteliti, yaitu konsep
berita yang obyektif, yang nantinya harus dicari operasionalisasi atau
ukuran-ukurannya dalam bentuk kategorisasi terlebih dahulu sebelum diteliti.
2. Menyusun kerangka
pemikiran. Sebelum mengumpulkan data, peneliti diharapkan telah mampu
merumuskan gejala atau permasalahan yang akan diteliti. Dengan kata lain peneliti
telah mengemukakan conceptual definitions terlebih dalulu terhadap gejala yang
akan diteliti. Dalam contoh di atas, peneliti telah mampu mendifinisikan berita
yang obyek itu apa. Tingkatan konseptualisasi permasalahan ini tentu tergantung
pada sifat penelitian. Penelitian deskriptif cukup hanya mengemukakan
conceptual definition dengan dilengkapi dimensi-dimensi atau sub dimensi yang
akan diteliti. Misalnya mau meneliti konsep berita yang obyektif tadi, tinggal
bagaimana definisinya, serta dikemukakan pula dimensi-dimensi atau sub dimensi
dari berita yang obyektif itu. Namun untuk penelitiaan eksplanatif tidak hanya
mengemukakan conceptual definitions, melainkan juga harus berteori, yaitu
menghubungkan antara satu definisi konseptual dengan definisi konseptual yang
lain. Inilah yang disebut dengan hipotesis, jawaban sementara terhadap
permasalahan.
3. Menyusun perangkat
metodologi. Setelah penyusunan kerangka pemikiran (atau kerangka konsep bila
penelitiannya deskriptif, dan kerangka teori, bila penelitiannya bersifat
eksplanatif) namun biasanya analisis isi lebih banyak yang deskriptif. Dalam
tahapan ini si peneliti diharapkan mampu menyusun perangkat metodologi yang
akan dipergunakan. Perangkat metodologi pada dasarnya merupakan rangkaian
metode-metode yang sekurang-kurangnya mancakup:
a. Menentukan metode
pengukuran atau prosedur operasionalisasi konsep. Dalam hal ini konsep
dijabarkan dalam ukuran-ukuran tertentu, biasanya dalam bentuk kategori-kategori
beserta indikator-indikatornya.
b. Menentukan universe atau
populasi yang akan diteliti serta bagaimana pengambilan sampelnya. Sebagai
contoh jika peneliti ingin meneliti obyektifitas berita konflik politik di
surat kabar Indonesia, maka harus didefinisikan terlebih dahulu apa itu berita
konflik politik di surat kabar Indonesia, yang nantinya akan menjadi universe atau
populasi. Baru setelah universe diketahui bagian dari universe yang dianggap
mewakili untuk diteliti dan dianalisis adalah sampel. Cara penentuan sampel
sama dengan pada metode penelitian survey, bedanya kalau survey unit sampelnya
individu, namun dalam analisis isi adalah teks, pesan satuan pesan yang ada pada
media, atau medianya sendiri. Penentuan sampel dan unit analisis ini tergantung
dari tujuan penelitian.
c. Menentukan metode
pengumpulan data, karena dalam penelitian ini metodenya analisis isi, maka
peneliti hendaknya membuat coding sheet sesuai kategorisasi yang sudah
dibuat dan nantinya peneliti harus melatih kode untuk mengisi coding sheet ini.
Agar nantinya memperoleh data yang akurat, maka alat ukur yang berupa kategorisasi
harus diuji reliabelitasnya. Uji keterhandalan amat penting dalam penelitian
analisis isi, tujuannya agar kategorisasi itu betul-betul mutual exclusive, dan
tuntas.
d. Selanjutnya peneliti
menentukan metode analisis, di sini peneliti hendaknya memilih apakah
menggunakan tabel frekuensi, tabel silang ataukah sampai dengan menggunakan
rumus statistik tertentu, pada dasarnya dalam tahap ini setelah metode analisis
bisa ditentukan, si peneliti menurunkan research hypothesis menjadi statistical
hypothesis, bila studi yang dilakukan merupakan studi analisis isi yang
eksplanatif kuantitatif.
4. Analisis data. Merupakan
analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui
perangkat metodologi tertentu. Untuk penelitian eksplanatif, yang bertolak pada
suatu hipotesis, maka bagian ini merupakan tahap dimana si peneliti melakukan
pengujian statistical hypothesis dan research hypothesis tanpa memberikan
interpretasi berdasarkan hal-hal atau teori-teori lain di luar data yang
diperoleh.
1. Interpretasi data.
Merupakan interpretasi terhadap hasil analisis data. Pada bagian ini si
peneliti mendiskusikan hasil analisi data, melalui interpretasi terhadap hasil
analisis data, dengan mempergunakan kerangka pemikiran atau kerangka teori yang
semula telah ditetapkan. Untuk suatu penelitian eksplanatif, pada bagian ini diskusi
serta interpretasi yang dilakukan sebenarnya bertujuan membuat penyimpulan yang
mendukung theoretic hypothesis. Dalam tahap ini pula si peneliti perlu menggugurkan
interpretasi tandingan atau alternative lainnya terhadap analisis data. Selain
itu perlu pula mengajukan rekomendasi dari segi akademis, praktis, atau teknis
bagi penyempurnaan studi-studi mendatang. Pada dasarnya interpretasi data
merupakan usaha peneliti menyimpulkan hasil temuan dan analisis data yang
diperoleh secara empiris (operasional di lapangan) dikembalikan ke level
konseptual. Disini ada proses abstraksi atau konseptualisasi yang dilakukan
oleh peneliti terhadap hasil analisis data, karena itu terkadang mengundang
perdebatan atau interpretasi tandingan dari pihak lain.
Kesimpulan
Analisis isi suatu metode
atau teknik penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis secara
sitemik dan obyektif terhadap pesan yang tampak dan mengolah pesan, atau
suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang
terbuka dari komunikator yang dipilih.
Daftar pustaka
Budd
Richard, Atal, 1967. Content Analysis of Communication. New York: The
Mac Millan Company.
Bungin,
Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 2. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Subakto, Henry.
1995. Metode Content Analysis, dalam Basis Susilo dan YanYan Cahyana,
eds., Metode Penelitian Sosial Airlangga Surabaya: University Press.
Wimer,
Roger, D & Dominic, Josep, R. 2000. Mass Media Research. Six
Edition, New York: Wadsworth Publishing Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar