DEFINISI
Istilah pengembangan sistem instruksional (instruksional system development) dan
desain instruksional (instrucsional
design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara
tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara
“desain” dan “pengembangan”. Kata “desain” berarti membuat sketsa atau pola
atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat
tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih
efektif dan sebagainya (Harjanto, 2008 : 95).
Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya
adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan sistem intruksional adalah
suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem
pembelajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya dan praktis bisa
dilaksanakan (Ely, 1979 : 4).
2. Sistem Intruksional adalah semua materi
pelajaran dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk
mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker, 1971 : 16). Dengan kata lain
bahwa sistem intruksional merupakan tatanan aktifitas belajar mengajar.
3. Desain intruksional adalah keseluruhan
proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan tekhnik
mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk
di dalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji
coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979 : 20).
4. Desain sistem instruksional ialah pendekatan
secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk
mencapai kebutuhan dan tujuan intruksional. Semua konsep sistem ini (tujuan,
materi, metode, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lai
dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut
lebih dahulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya
(Briggs, 1979 : XXI).
5. Pengembangan sistem intruksional adalah suatu proses menentukan dan
menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah
lakunya (Carrey 1977 : 6).
MODEL-MODEL PENGEMBANGAN DESAIN INTRUKSIONAL
A. Model yang dikembangkan Gagne dan Briggs
Gagne dan Briggs (1974:
212-213) mengemukakan 12 langkah dalam pengembangan desain intruksional sebagai
berikut :
1. Analisis dan identifikasi kebutuhan
2. Penetapan tujuan umum dan khusus
3. Identifikasi alternatif cara memenuhi
kebutuhan
4. Merancang komponen dari sistem
5. Analisis (a) sumber-sumber yang diperlukan
(b) sumber-sumber yang tersedia (c) kendala-kendala.
6. Kegiatan untuk mengatasi kendala
7. Memilih atau mengembangkan materi pelajaran
8. Merancang prosedur penelitian murid
9. Uji coba lapangan : evaluasi formatif dan
pendidikan guru.
10. Penyesuaian, revisi dan evaluasi lanjut
11. Evaluasi sumatif
12. Pelaksanaan operasional
Model tersebut di atas
merupakan model yang paling lengkap yang melukiskan bagaimana suatu proses
pembelajaran dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir. Kegiatan
seperti ini cocok untuk diterapkan pada suatu program pendidikan yang relatif
baru. Di Indonesia prosedur tersebut mencakup mulai dari simposium dan
pengembangan kurikulum yang dilakukan mulai dari tingkat sekolah (KTSP).
Kemudian guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi
menjadi sejumlah kompetensi dasar yang dituangkan secara eksplisit dalam
silabus dan RPP.
B. Model Wong dan Roulerson
Wong dan Roulerson
(1974) mengemukakan 6 langkah pengembangan desain intruksional yaitu :
1. Merumuskan tujuan
2. Menganalisis tujuan tugas belajar
3. Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan
memilih kondisi belajar yang tepat.
4. Memilih metode dan media
5. Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran
6. Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan
memberi umpan balik.
C. Model Pengembangan Desain Sistem Intruksional
PPSI
PPSI merupakan
singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem
instruksional mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem
dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari
seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain
secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI
adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai
suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif
dan efisien (Harjanto, 2008 : 75). PPSI
sebagai salah satu model pengembangan instruksional pernah digunakan sebagai
metode penyampaian pembelajaran dalam kurikulum 1975 untuk SD, SMP dan SMU
serta dalam kurikulum 1975 untuk sekolaj kejuruan dalam rangka pembaharuan
pendidikan. Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok
yaitu :
a. Merumuskan tujuan instruksional
khusus/kompetensi dasar
b. Mengembangkan alat evaluasi
c. Menetapkan kegiatan belajar dan materi
pelajaran
d. Merencanakan program kegiatan
e. Melaksanakan program
1. Menyelenggarakan pre-test
2. Menyajikan materi pelajaran
3. Menyelenggarakan pos tes
4. Melakukan revisi//perbaikan
D. Model J.E. Kemp
Menurut Kemp (1977)
pengembangan intruksional atau desain intruksional itu terdiri dari 8 langkah
yaitu :
1. Menentukan tujuan intruksional umum (TIU)
atau Standar Kompetensi.
2. Menganalisis karakteristik peserta didik
3. Menentukan TIK atau Kompetensi Dasar.
4. Menentukan materi pelajaran
5. Menetapkan penjajagan awal (pre test)
6. Menentukan strategi belajar mengajar
7. Mengkoordinasi sarana penunjang, yang
meliputi tenaga fasilitas, alat, waktu dan tenaga.
8. Mengadakan evaluasi
E. Model Briggs
Pengembangan desain
intruksional model Briggs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran
guru yang bekerja sebagai perancang atau desainer kegiatan intruksional maupun
tim pengembang intruksional yang anggotanya meliputi guru, administrator, ahli
bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang intruksional. Model ini
juga sesuai untuk pengembangan program-program latihan jabatan tidak hanya
terbatas pada lingkungan program-program akademis saja. Dissamping itu, model
tersebut dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah belajar.
Model pengembangan
intruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara a) tujuan
yang akan dicapai, b) strategi untuk mencapainya, dan c) evaluasi
keberhasilannya. Langkah pengembangan dimaksud dirumuskan kedalam 10 langkah
pengembangan yaitu :
1. Identifikasi kebutuhan/penentuan tujuan
Dalam langkah ini, Brigg membaginya menjadi 4 tahapan kegiatan
yaitu a) mengidentifikasi tujuan kurikulum secara umum dan luas, b) menentukan
prioritas tujuan, c) mengidentifikasi kebutuhan kurikulum baru, dan d)
menentukan prioritas remidialnya.
2. Penyusunan garis besar kurikulum/rincian
tujuan kebutuhan instruksional yang telah dituangkan dalam tujuan-tujuan
kurikulum tersebut pengujiannya harus dirinci, disusun dan diorganisasi menjadi
tujuan-tujuan yang lebih spesifik.
3. Perumusan tujuan
4. Analisis tugas/tujuan
Dalam langkah ini perlu diadakan analisis terhadap tiga hal
yaitu:
a) Proses informasi: untuk menentukan tata
urutan pemikiran yang logis.
b) Klasifikasi belajar: untuk mengidentifikasi
kondisi belajar yang diperlukan
c) Tugas belajar: untuk menentukan persyaratan
belajar dan kegiatan beajar mengajar yang sesuai.
5. Penyiapan evaluasi hasil belajar
6. Menentukan jenjang belajar
7. Penentuan kegiatan belajar.
Penentuan strategi pembelajaran ditinjau dari dua segi yaitu
a) dari segi guru sebagai perancang kegiatan pembelajaran dan b) menurut tim
pengembangan pembelajaran.
8. Pemantauan bersama
9. Evaluasi formatif
10. Evaluasi sumatif
F. Model Gerlach dan Ely
Model pengembangan
desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) ini
dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely (1971),
langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari :
1. Merumuskan tujuan instruksional
2. Menentukan isi materi pelajaran
3. Menentukan kemampuan awal peserta didik
4. Menentukan teknik dan strategi
5. Pengelompokan belajar
6. Menentukan pembagian waktu
7. Menentukan ruang
8. Memilih media intruksional yang sesuai
9. Mengevaluasi hasil belajar
10. Menganalisis umpan balik
G. Model Bela H. Banathy
Menurut Banathy, secara
garis besar pengembangan desain intruksional meliputi enam langkah pokok yaitu
:
1. Merumuskan tujuan
2. Mengembangkan tes
3. Menganalisis kegiatan belajar
4. Mendesain sistem intraksional
5. Melakasanakan kegiatan dan mengetes hasil
6. Merumuskan tujuan intruksional
H. Model
Dick and Carey
Tahapan
model pengembangan sistem pembelajaran menurut Dick and Carey (1937 : 1) dibagi menjadi 9 tahapan yaitu:
1. Mengidentifikasi Tujuan Umum Pembelajaran.
2. Melakukan Analisis Pembelajaran.
3. Mengidentifikasi tingkahlaku
masukan dan karakteristik siswa
4. Merumuskan tujuan khusus/performans.
5. Mengembangkan instrumen penilaian.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran.
7. Mengembangkan materi pembelajaran.
8. Merancang & Mengembangkan Evaluasi Formatif.
9.
Merevisi
Bahan Pembelajaran.
10 Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif
ANALISIS PENERAPAN MODEL
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN
Sebelum sampai pada analisis empiris terhadap model
pengembangan desain pembelajaran yang digunakan pada sekolah-sekolah di
Indonesia maka perlu dipahami terlebih dahulu bahwa secara akademis tidak ada
suatu model desain pembelajaran yang dapat memberikan resep yang paling ampuh
untuk mengembangkan suatu program pembelajaran, karena itu untuk menentukan
model desain dalam mengembangkan suatu program pembelajaran tergantung pada
pertimbangan si perancang tersebut terhadap model desain yang akan digunakan
atau dipilihnya.
Di Indonesia, dari beberapa model yang diuraikan dalam paper
ini secara empiris ditemukan bahwa rata-rata menggunakan model desain Dick and
Carrey, Model Gagne dan Briggs, Model Brigs dan model PPPSI. Jika dianalisis,
kenapa secara faktual para guru cenderung menggunakan odel desain Dick and
Carrey misalnya dikarenakan: (1) odel Dick and Carrey terdiri dari 10 langkah
di mana setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya, sehingga bagi
perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang
lai; (2) kesepuluh langkah pada model Dick and Carrey menunjukkan hubungan yang
sangat jelas dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan langkah yang
lain; (3) langkah awal pada model Dick and Carrey adalah mengidentifikasi
tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan
tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata
pelajaran tertentu dimana tujuan pengajaran pada kurikulum agar dapat
melahirkan suatu rancangan pembelajaran.
Selanjutnya, model lain yang sering digunakan di Indonesia adalah Model
Desain Pembelaajran dari Briggs. Model ini sering digunakan karena pengembangan
desain intruksional model Briggs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan
sasaran guru yang bekerja sebagai perancang atau desainer kegiatan intruksional
maupun tim pengembang intruksional yang anggotanya meliputi guru,
administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang
intruksional. Model ini juga sesuai untuk pengembangan program-program latihan
jabatan tidak hanya terbatas pada lingkungan program-program akademis saja.
Disamping itu, model tersebut dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah
belajar. Model pengembangan intruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip
keselarasan antara a) tujuan yang akan dicapai, b) strategi untuk mencapainya,
dan c) evaluasi keberhasilannya.
Kemudian, model berikutnya yang dijadikan sebagai model
desain pembelajaran di Indonesia adalah model PPSI. PPSI merupakan singkatan
dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional
mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem dimana
pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari
seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain
secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan
pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang
diharapkan secara efektif dan efisien (Harjanto, 2008 : 75). PPSI sebagai salah satu model pengembangan
instruksional pernah digunakan sebagai metode penyampaian pembelajaran dalam
kurikulum 1975 untuk SD, SMP dan SMU serta dalam kurikulum 1975 untuk sekolaj
kejuruan dalam rangka pembaharuan pendidikan.
Selanjutnya model terakhir yang ditemukan yang lagi trend
digunakan saat ini adalah model yang dikembangkan oleh Gagne dan Briggs. Sebab,
model tersebut merupakan model yang paling lengkap yang melukiskan bagaimana
suatu proses pembelajaran dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir.
Kegiatan seperti ini cocok untuk diterapkan pada suatu program pendidikan yang
relatif baru. Di Indonesia prosedur tersebut mencakup mulai dari simposium dan
pengembangan kurikulum yang dilakukan mulai dari tingkat sekolah (KTSP).
Kemudian guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi
menjadi sejumlah kompetensi dasar yang dituangkan secara eksplisit dalam
silabus dan RPP.
DAFTAR PUSTAKA
Harjanto, 2008,”Perencanaan Pengajaran”, Jakarta :
Rineka Cipta
Ely, Donal P. 1978,,”Instruksional Design & Development”,
New York : Syracuse University Publ.
Baker, Robert L & Richard R
Schutz, 1971,”Instructional Product
Development”, New York : Van Nostrand Reinhold Company.
Briggs, Leslie, J. 1979,”Instruksional Design : Prinsiples and
Aplication”, Educational Technology Publicatios : Englewood Cliffs, N.J.
Dick, Walter & Carey, Lou.
1937,”The Systematic design of
Intrustion”, Boston : Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar