Pengantar
Mendengar kata penelitian, mungkin
pertanyaan awal yang ada dalam benak kita dan setiap orang yang merasa terusik
dengan istilah “penelitian” adalah mengapa orang melakukan penelitian ?
Pertanyaan sederhana dan mendasar ini
pada dasarnya tidak lepas dari sifat dasar manusia yang serba ingin tahu
terhadap sesuatu yang mengusiknya. Disamping itu, minimal ada empat sebab yang
melatar belakangi orang melakukan penelitian menurut Sukmadinata (2008 : 2)
yaitu Pertama, karena pengetahuan,
pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas dibandingkan dengan
lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui, dipahami,
tidak jelas dan mneimbulkan keraguan dan pertanyaan bagi dirinya.
Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan ketidakjelasan seringkali menimbulkan rasa
takut dan rasa terancam.
Kedua, manusia memiliki
dorongan untuk mengetahui atau cariousity.
Manusia selalu bertanya, apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu dan sebagainya.
Bagi kebanyakan orang, jawaban-jawaban sepintas dan sederhana mungkin sudah
memberikan kepuasan, tetapi bagi orang-orang tertentu, para ilmuwan, peneliti
dan para pemimpin dibutuhkan jawaban yang lebih mendalam, lebih rinci dan lebih
komrehensif. Ketiga, manusia di dalam
kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman, kesulitan
baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta dilingkungan
kerjanya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan penjelasan,
pemecahan dan penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera
dipecahkan. Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan
penelitian untuk pemecahan dan penyelesaiannya.
Keempat, manusia merasa tidak
puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan dimilikinya, ia selalu ingin
yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan, selalu ingin
menambah dan meningkatkan “kekayaan” dan fasilitas hidupnya. Berangkat dari
landasan berpikir di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya orang
melakukan kegiatan penelitian tiada lain disamping untuk memenuhi rasa ingin
tahu terhadap sebuah gejala atau peristiwa juga untuk memecahkan masalah secara
ilmiah dan dapat diterima dengan logika kemanusiaan. Dari hasil penelitian itu
pula maka manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan
ilmiah maupun kehidupan sosial. Untuk itulah, dalam kerangka menjaga kemurnian
hasil penelitian yang dilakukan serta untuk menjaga timbulnya berbagai
persoalan dari hasil penelitian yang dilakukan maka persoalan etika menjadi
sebuah keniscayaan yang harus diperhatikan dalam penelitian. Etika yang
dimaksud, baik berupa etika sosial maupun etika ilmiah yang berkaitan langsung
dengan aspek penelitian.
Makna Etika
Istilah etika sering disamakan dengan moral.
Etika berasal dari bahasa yunani “ethos, ethikos”. Dalam bahasa latin istilah
“ethos, ethikos” disebut “mos” atau moralitas. Baik ethos maupun moral artinya
: adat istiadat, kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia kedua-duanya diterjemahkan
dengan kesusilaan (Frans von Magnis, 1975). Tetapi antara kedua istilah
tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut menurut J. Verkuyl (1979 : 15)
yaitu “dalam pemakaian di kalangan ilmu pengetahuan kata etika itu telah
mendapat arti yang lebih dalam dari pada kata moral. Kata moral telah mendangkal
artinya. Kadang-kadang “moral” dan “mos” atau “mores” hanya kelakuan lahir
saja, tetapi senantiasa menyinggung juga kaidah dan motif-motif perbuatan
seseorang yang lebih dalam. Dari beberapa penulis filsafat mengatakan bahwa
atika adalah “filsafat moral”.
Istilah moral biasanya dipergunakan
untuk memberikan penilaian atau predikat terhadap tingkah laku manusia. Karena
itu, untuk memahami pengertian moral sangat erat hubungannya dengan etika.
Etika adalah suatu ilmu cabang filsafat yang objek kajiannya adalah tingkah
laku manusia ditinjau dari nilai baik atau buruknya.
Berkenaan
dengan hal diatas, dalam ranah kegiatan penelitian “etika” dijadikan ukuran
kepatutan tentang boleh atau tidaknya, baik atau buruknya sebuah aspek-aspek
tertentu dalam kegiatan penelitian. Hal ini diperlukan karena bagaimanapun juga
esensi penelitian adalah untuk mencari kebenaran dari sebuah gejala yang
muncul. Kebenaran yang dihasilkan dalam sebuah penelitian adalah kebenaran
empirik dan kebenaran logis. Ford dalam Lincoln dan Guba (1985 : 14)
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebenaran empirik yaitu apabila
konsisten dengan alam, dalam bentuk menerima atau menolak hipotesis atau
prediksi. Sedangkan kebenaran logis yaitu apabila hipotesis atau prediksi
konsisten atau sesuai secara logis dengan hipotesis atau prediksi terdahulu yang
sudah dinyatakan benar. Untuk itu, dalam rangka melahirkan sebuah kebenaran
empirik dan logis sebagai hasil penelitian yang sitematis dan logis pula maka
dibutuhkan etika sebagai piranti sekaligus rambu bagi peneliti dalam melakukan
kegiatan penelitian. Berikut etika penelitian yang dimaksud :
1. Penelitian
sebagai Pencarian Ilmiah yang berpola
Tujuan akhir dari
suatu penelitian adalah mengembangkan dan menguji teori. Oleh karena itu,
penelitian harus dilandaskan pada teori-teori yang relevan dengan masalah
penelitan yang diangkat. McMilan dan Schumacher mengutip pendapat Walberg
(1986), mengatakan bahwa ada lima langkah pengembangan pengetahuan melalui
penelitian, yaitu: (1) mengidentifikasi masalah penelitian, (2) melakukan studi
empiris, (3) melakukan replikasi atau pengulangan, (4) menyatukan (sistesis)
dan mereviu, (5) menggunakan dan mengevaluasi oleh pelaksana.
Suatu teori dapat
menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena alamiah. Dari perilaku atau
kegiatan-kegiatan terlepas yang dilakukan oleh siswa atau guru umpamanya,
peneliti dapat memberikan penjelasan umum tentang hubungan diantara perilaku
atau kegiatan pembelajaran. Dari penjelasan-penjelasan umum tersebut terbentuk
prinsip-prinsip dasar, dalil konstruk, proposisi yang kesemuanya akan membentuk
teori. Mengenai teori ini, lebih jauh Fred N Kerlinger (1986) mengemukakan
bahwa “.... a theory as a set of
interrelated constructs and proposition that specify relations among variables
to explain and predict phenomena”. Dalam rumusan Kerlinger tersebut ada
tiga hal penting dalam suatu teori yaitu: (1) suatu teori dibangun oleh
seperangkat proposisi dan kontruk, (2) teori menegaskan hubungan di antara
sejumlah variabel, (3) teori menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena.
Pencarian Ilmiah
Pencarian ilmiah (scintific inquiry) adalah suatu kegiatan
untuk menemukan pengetahuan dengan menggunakan metode-metode yang
diorganisasikan secara sistematis, dalam mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan data. Pengertian ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu merupakan
struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah tersusun, sedang ilmiah
adalah cara mengembangkan pengetahuan.
Metode ilmiah
merupakan suatu cara pengkajian yang berisi proses dengan langkah-langkah
tertentu. MicMilan dan Schumacher (2001) membaginya atas empat langkah yaitu: (1) define a problem, (2) state the
hypotthesis to be tested, (3) colect and analyze data, and (4) interprete the
results and draw conclusions obout the problem. Hampir sama dengan McMilan
dan Schumacher, John Dewey membagi langkah-langkah pencarian ilmiah yang
disebutnya sebagai “reflective thinking”,
atas lima langkah yaitu: (1) mengedentifkasi masalah, (2) merumuskan dan
membatasi masalah, (3) menyusun hiotesis, (4) mengumpulkan dan menganalisis
data, (5) menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.
Pencarian Berpola
Pencarian berpola (disiplined inquiry), merupakan suatu prosedur pencarian dan
pelaporan dengan menggunakan cara-cara dan sistemtika tertentu, disertai
penjelasan dan alasan yang kuat. Pencarian berpola bukan merupakan suatu
pencarian yang bersifat sempit dan mekanistis, tetapi mengikuti prosedur formal
yang telah standar. Prosedur pencarian ini pada tahap awalnya bersifat
spekulatif, mencoba menggabungkan de-ide dan metode-metode, kemudian menuangkan
ide-ide dan metode tersebut dalam suatu prosedur yang baku. Laporan dari
pencarian berpola berisi perpaduan antara argumen-argumen yang didukung oleh
data dengan proses nalar, yang disusun dan dipadatkan menghasilkan kesimpulan
berbobot.
Pencarian berpola
terutama dalam ilmu sosial termasuk pendidikan, bukan hanya menunjukkan
pengkajian yang sistematik, tetapi juga pengkajian yang sesuai dengan disiplin
ilmunya.
2. Objektivitas
Penelitian harus
memiliki objektiviatas (objektivity)
baik dalam karakteristik maupun prosedurnya. Objektivitas dicapai melalui
keterbukaan, terhindar dari bias dan subjektivitas. Dalam prosedurnya,
penelitian menggunakan tekhnik pengumpulan dan analisis data yang memungkinkan
dibuat interpretasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Objetivitas juga
menunjukkan kualitas data yang dihasilkan dari prosedur yang digunakan yang
dikontrol dari bias dan subjektivitas.
3. Ketepatan
Penelitian juga
harus memiliki tingkat ketepatan (precision),
secara tekhnis instrumen pengumpulan datanya harus memimiliki validitas dan
reliabilitas yang memadai, desain penelitian, pengambilan sampel dan tekhnik
analisis datanya tepat. Dalam penelitian kuantitatif, hasilnya dapat dilang dan
diperluas, dalam penelitian kualitatif memiliki sifat reflektif dan tingkat komparasi
yang konstan.
4. Verifikasi
Penelitian dapat
diverifikasi, dalam arti dapat dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengn cara
yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan
kuantitatif. Penelitian kualitatif memberikan interpretasi deskriptif,
verifikasi berupa perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan.
5. Empiris
Penelitian
ditandai oleh sikap dan dan pendekatan empiris yang kuat. Secara umum empiris
berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian empiris kesimpulan
didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan menggunakan metode
penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat atau kekuasaan. Sikap
empiris umumnya menuntut penghilangan pengalaman dan sikap pribadi. Kritis
dalam penelitian berarti membuat interpretasi berdasarkan kenyataan dan nalar
yang didasarkan atas kenyataan-kenyataan (evidensi).
Evidensi adalah data yang diperoleh dari penelitian, berdasarkan hasil analisis
data tersebut interpretasi dibuat.
6. Penjelasan
Ringkas
Penelitian mencoba
memberikan penjelasan tentang hubungan antar fenomena dan menyederhanakannya
menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan akhir dari sebuah penelitian adalah
mereduksi realita yang kompleks kedalam penjelasan yang singkat. Dalam
penelitian kuantitatif penjelasan singkat tersebut berbentuk generalisasi,
tetapi dalam penelitian kualitatif berbentuk deskriptif tentang hal-hal yang
esensial atau pokok.
7. Penalaran
Logis
Semua kegiatan
penelitian menuntut penalaran logis. Penalaran merupakan proses berpikir,
menggunakan prinsip-prinsip logika deduktif atau induktif. Penalaran deduktif,
penarikan kesimpulan dari umum ke khusus. Dalam penalaran deduktif, bila
premisnya benar maka kesimpulannya otomatis benar. Logika deduktif dapat
mengidenfikasi hubungan—hubungan baru dalam pengetahuan yang ada. Dalam
penalaran induktif. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil sejumlah
pengamatan kasus-kasus (individual, situasi, peristiwa), kemudian peneliti
membuat kesimpulan yang bersifat umum.
8. Kesimpulan
Kondisional
Kesimpulan hasil
penelitian tidak bersifat absolut. Penelitian perilaku dan juga ilmu kealaman,
tidak menghasilkan kepastian, sekalipun kepastian relatif. Semua yang
dihasilkan adalah pengetahuan probabilistik. Penelitian boleh dikatakan hanya mereduksi
ketidaktentuan. Oleh karena demikian, baik kesimpulan kualitatif maupun
kuantitatif, bersifat kondisional. Para peneliti seringkali
menekankan/menuliskan bahwa hasil penelitiannya “cenderung menunjukkan atau
memberikan kecenderungan”.
Pada bagian lain, berkenaan dengan
etika sosial, Kemmis dan Taggart dalam Hopkins(1993 : 221-223) menjelaskan
bahwa terdapat beberapa etika/pedoman yang harus ditaati sebelum, selama dan
sesudah penelitian dilakukan sebagai berikut :
1. Meminta kepada orang-orang, panitia, atau
yang berwenang persetujuan dan ijin.
2. Ajaklah kawan-kawan sejawat terlibat dan
berpartisipasi dalam penelitian.
3. Terhadap yang tidak langsung terlibat,
perhatikan pendapat mereka.
4. Penelitian berlangsung terbuka dan
transparan, saran-saran diperhatikan, dan kawan sejawat dperbolehkan mengajukan
protes.
5. Meminta iizin eksplisit, untuk mengobservasi
dan mencatat kegiatan mitra peneliti, tidak termasuk izin dari siswa apabila
penelitian bertujuan meningkatkan pembelajaran.
6. Minta izin untuk membuka dan mempelajari
catatan resmi, surat menyurat dan dokumen. Membuat fotokopi hanya diperkenankan
apabila di ijinkan.
7. Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya
relevan, akurat dan adil.
8. Wawancara, pertemuan atau tukar pendapat
tertulis hendaknya memperhatikan pandangan lain, relevan, akurat dan adil.
9. Rujukan langsung, rujukan observasi,
rekaman, keputusan, kesimpulan, atau rekomendasi hendaknya mendapat izin atau
otorisasi kutipan.
10. Laporan
disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti laporan verbal pada pertemuan
staf jurusan, tertulis untuk jurnal, surat kabar, orang tua murid dan
lain-lain.
11. Tanggung jawab untuk hal-hal atau
pribadi-pribadi yang sifatnya konfidensial.
12. Semua mitra penelitian mengetahui dan
menyetujui prinsip-prinsip kerja di atas, sebelum penelitian berlangsung.
13. Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian,
apabila sudah disetujui oleh para mitra peneliti, dan laporan tidak bersifat
melecehkan siapapun yang terlibat, maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang
karena alasan kerahasiaan.
Penutup
Dari penjelasan panjang yang penulis sajikan dalam
resume ini, akhirnya dapat disimpulkan bahwa etika dalam penelitian merupakan
sebuah keniscayaan untuk dijadikan sebagai piranti sekaligus pedoman untuk
menghindari kegagalan dalam penelitian. Etika yang dimaksud baik yang berkenaan
dengan etika ilmiah maupun etika sosial. Mengedepankan etika sebagai sumber
kepatutan dalam penelitian tidak lepas dari esensi kegiatan penelitian itu
sendiri yaitu untuk menemukan kebenaran dan kemudian mengkontruks kebenaran itu
menjadi sebuah teori. Jadi, kebenaran tercapai setelah persetujuan melalui
diskusi kritis (Skiner, 1985 : 128-131). Diskusi yang dimaksud dalam konteks
penelitian adalah memenuhi kaidah-kaidah etika yang ada dan menjadi kesepakatan
tidak tertulis guna memperoleh kebenaran yang bersifat probabilistik.
BAHAN BACAAN
Gall, Meredith D, Gall, Joyce P
and Borg, Walter R. 2003 “Educational
Research” Boston : Allyn & Bacon.
Hopkins, David. 1993 ”A Teacher’s Guide Classroom Research” .
Philadelphia : Open University Press.
Lincoln.I.S & Guba, E.G. 1985,
“Naturalistic Inquiry” Baverly Hills,
London : Sage Publications
Magnis, Frans von. 1975, “Etika Umum” Jogjakarta : Yayasan
Kanisius.
McMillan, J.H. & Schumacher, Sally.
2001, “Research in Education” New
York : Longman.
Sukmadinata, 2008, “Metode Penelitian Pendidikan” Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Verkuyl, J. 1979, “Etika” Jakarta : Gunung Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar